20100218

TUJUH WASIAT RASULULLAH SAW

Dari Abu Dzar, ia berkata, Rasulullah Saw telah memerintahkan tujuh wasiat kepadaku :
1. Dia memerintahkan supaya aku mencintai para fakir miskin dan selalu dekat dengan mereka.
2. Dia memerintahkan supaya aku melihat orang yang ada dibawahku dan aku agar tidak selalu melihat orang yang ada diatasku.
3. Dia memerintahkan agar aku menyambungkan silaturahim (kasih sayang) walau dia sudah membelakang
4. Dia memerintahkan agar aku tidak meminta sesuatu kepada seseorang.
5. Dia memerintakan supaya aku mengatakan yang benar walaupun pahit.
6. Dia memerintahkan supaya aku tidak takut pada celaan orang yang mencela dalam (menegakkan kebenaran) Allah.
7. Dia memerintahkan supaya aku memperbanyak ucapan “Laa haula wa laa quwwata illa billah” sebab itu salah satu perbendahaan dibawah Arsy (HR. Ahmad)

Penjelasan :
1. Dia memerintahkan supaya aku mencintai para fakir miskin dan selalu dekat dengan mereka. Marilah kita lihat jasa kaum miskin lewat pendekatan fungsional :
Kaum miskin berjasa dalam melakukan pekerjaan kotor dan berbahaya, dengan upah yang relatif murah.
Dengan bayaran yang relatif murah mereka memberikan subsidi pada kegiatan ekonomi orang kaya. Pembantu rumah tangga misalnya, mensubsidi kelompok menengah keatas . Lantaran jasa mereka, ibu-ibu memperoleh waktu luang untuk mengejar karier, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan lain lain.
Kaum miskin memberikan status pada orang orang kaya. Mereka membungkuk untuk membuka pintu mobil anda. Bersimpuh mengantarkan makanan majikannya. Bahkan selalu siap setiap saat menjadi saluran kemarahan anda dan siap memberikan pujian pada majikan yang kekurangan harga diri.
Kaum miskin siap ( mau ataupun tidak) dikurbankan demi pembangunan. Kapan saja jalan baru dibangun, Komplek Perumahan Real estate dibangun, Komplek pertokoan didirikan dan taman taman dibuat, para kaum miskinlah yang paling banyak dikorbankan. Coba lihat dalam catatan sejarah Monumen monumen bersejarah yang masih berdiri sampai sekarang, seperti waktu pembanguan Piramida Mesir, Tembok Besar di China, Candi Borobudur, dll. Semuanya dibangun dengan keringat, air mata dan darah mereka.
Ternyata kaum miskin sangat fungsional bagi masyarakat , karena itu kita harus berkhidmat kepada mereka sebagaimana mereka telah berhidmat kepada kita. Allah Swt menganugrahkan gelar ‘ PENDUSTA AGAMA” kepada orang orang yang tidak memperhatikan, memikirkan, membantu dan mencintai kaum miskin dan anak yatim, Walaupun orang tersebut rajin shalat. “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama ? Itulah orang yang menghardik anak Yatim. Dan tidak mengajurkan memberi makan orang miskin (QS. Al-Maa’uun 107 : 1-3).

2. Dia memerintahkan supaya aku melihat orang yang ada dibawahku dan aku agar tidak selalu melihat orang yang ada diatasku.
Sikap ini akan melahirkan kepribadian tasyakur bin ni’mat, artinya selalu mensyukuri ni’mat yang dia terima, tanpa harus melihat apakah ni’mat itu besar atau kecil. Imam Muhammad bin Isma’il (Ash Shan’ani) dalam kitab Suhubus Salam Juz IV hal 151, berkomentar bahwa hadist ini merupakan petunjuk kepada si hamba agar selalu mesyukuri ni’mat-Nya. Dan yang disambut dengan urusan keduniaan . (Misalnya , kalau kita berpendapatan Rp. 20.000,-/hari, maka lihatlah orang yang berpenghasilan dibawah kita agar kita timbul rasa syukur. Sedangkan untuk urusan keakhiratan , perlu meihat orang yang berada di atas kita, agar timbul semangat kompetitif (berlomba) dalam kebaikan. Sikap ini sangat dianjurkan oleh Islam “ Maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan ( QS. Al Baqarah 2 :148).

3. Dia memerintahkan agar aku menyambungkan silaturahim (kasih sayang) walau dia sudah membelakang .
Ibnu Abi Jamrah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan silaturahmi adalah menyambungkan kebaikan semampu mungkin dan menolak kejelekan sekuat mungkin. Dan ini hak kaum mukminin. Adapun kepada kaum kuffar dan fasik wajib memutuskannya, kalau nasehat sudah tidak mempan lagi untuk mereka (Suhubus Salam vol. IV hal 162). Imam Al-Qurtubi berpendapat bahwa Silaturahmi itu ada dua macam : yang umum dan yang khusus.
Yang umum ialah ROHIMUD DIN (Kasih sayang agama), dan wajib menyambungkannya dengan cara TAWWADUD (saling mengasihi), TANAASHUH (saling menasehati), AL’ADI (bersikap adil) serta melaksanakan hal-hal yang wajib dan sunnah.
Sedangkan Silaturahmi yang khusus, dilakukan dengan cara menambah NAFAQAH (memberi bantuan) kepada saudara yang dekat dan tidak melalaikan kondisinya. Menyambungkan Silaturahmi (kasih sayang) termasuk ahlak mulia dan sebaiknya orang yang memutuskan diancam dengan neraka “ Tidak akan masuk syurga orang yang memutuskan, yaitu memutuskan silaturahmi” (HR. Muttafaq Alaih)

4. Dia memerintahkan agar aku tidak meminta sesuatu kepada seseorang
Mengapa Rosulullah Saw berwasiat seperti ini ? Muhammad Iqbal dalam Asrar-i-Khudinya menjawab , sebab : Dengan meminta, diri bagaikan diiris-iris : Dengan meminta, sirnalah sinar-sinar pelita diri; dengan meminta , simiskin makin tertindas; dengan meminta, peminta minta makin ternista.
Namun, sampai seberapa jauh kita dilarang meminta ?
Renungkanlah peristiwa berikut ini : !!! Suatu saat, Qabishah putra Mukharik, sahabat Rasulullah Saw menanggung beban yang berat untuk membiayai dana keperluan sosial, Ia datang menemui Rasulullah Saw, meminta bantuan. Rasulullah Saw kemudian memberi nasehat : “Tegakkan urusanmu sampai datangnya sedekah untukmu, Hai Qabishah !. sesungguhnya perbuatan meminta hanya diperbolehkan dalam 3 (tiga) keadaan, yaitu :
Bila seseorang menanggung beban kebutuhan sosial (umum). Bila urusan tersebut telah selesai, maka harus berhenti meminta sumbangan.
Seseorang yang tertimpa malapetaka, sehingga ludaslah harta bendanya, maka ia boleh meminta sampai punya kehidupan lagi.
Seseorang yang jatuh pailit dan hal ini disaksikan oleh tiga orang dari kaumnya, maka ia boleh meminta sampai punya penghidupan lagi.
Meminta – minta disebabkan selain ketiga kasus di atas adalah haram hai Qabishah !! Dan barang siapa yang telah memakannya, maka berarti memakan barang haram (H.R Imam Muslim 1044) : “ Ingatlah !! Barangsiapa yang meminta-minta harta orang lain dengan maksud untuk MEMPERKAYA DIRI, maka sebenarnya dia meminta-minta bara api. Maka silahkan meminta terus kalau berani, atau berhenti ( HR. Imam Muslim 1041).

5. Dia memerintakan supaya aku mengatakan yang benar walaupun pahit.
Dalam suatu Riwayat disebutkan bahwa Addinu Annasihah (Agama itu Nasehat), Artinya salah satu tanggungjawab beragama adalah menasehati. Nasehat bagaikan obat, ada yang manis dan ada pula yang pahit. Dalam wasiat ini Rasululloh Saw menekankan bahwa ajaran agama (kebenaran) perlu disampaikan walaupun terasa pahit oleh orang yang menyampaikan atau oleh orang yang menerimanya. Menyampaikan Al-Haq (kebenaran) merupakan tanggungjawab setiap orang yang tidak mau merugi, “ Demi massa !, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang – orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menepati kesabaran (QS, Al-Ashr 103 : 1-3). Barang siapa yang melihat kemunkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya (kekuasaannya), jika dia tidak mampu hendaklah dia mengubah dengan lidahnya, dan jika dia tidak mampu juga, maka hendaklah mengubah/menolak dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. Sesudah itu tidak ada lagi iman walaupun sebesar biji sawi (H.R Muslim).
Dari keterangan ini jelaslah bahwa mendobrak segala kemunkaran dan kebatilan dengan lisan, menduduki peringkat kedua setelah dengan kekuasaan. Mampu dan tidaknya seseorang melaksanakan wasiat yang kelima ini. Sangatlah ditentukan oleh kadar keimanannya. Semakin tinggi frekuensinya maka keberanian kearah itu pun tinggi dan sebaliknyalah kalau rendah frekuensinya maka upaya kearah itupun lemah.

6. Dia memerintahkan supaya aku tidak takut pada celaan orang yang mencela dalam (menegakkan kebenaran) Allah.
Nampaknya perlu kita renungkan peristiwa berikut ini : Suatu saat, Luqmanul Hakim mengajak putranya berjalan-jalan dengan mengendarai seekor keledai. Hingga lewatlah mereka berdua pada sekelompok orang, tiba-tiba salah seorang diantara mereka protes, “Tidakkah kalian merasa kasihan pada keledai ini ! Coba turunlah salah seorang diantara kamu untuk mengurai bebannya ! Mendengar celaan itu, putranya turun , lalu merena meneruskan perjalanan, hingga lewatlah mereka berdua pada sekelompok orang, tiba-tiba salah seorang diantara sekelompok orang itu ada yang protes pada Luqman tidaklah kau merasa kasihan sama anakmu ! dia berjalan dengan payah, Sementara kau nyaman diatas kendaran !” Turunlah sang ayah dari kendaraanya lalu digantikan oleh putranya, Kemudian mereka berdua melanjutkan perjalanan, hingga lewatlah pada sekelompok orang, tiba-tiba dikalangan sekelompok orang itu ada yang protes pada anaknya. Hai anak yang tak punya perasaan ! apakah kau tega membiarkan ayahmu jalan kaki sementara kau di atas kendaraan, padahal tenagamu masih kuat !” Akhirnya anak itu mengeluh kepada Ayahnya, “Ayah apa sebenarnya yang harus kita lakukan !? kita sudah menuruti semua saran mereka, tapi ternyata kita tidak bisa selamat dari celaan yang lainnya.” Ayahnya menjawab : “anakku sayang !! perlu kau ingat, sebenarnya kasus ini merupakan pelajaran berharga untukmu.. Kalau yang menjadi ukuran baik dan buruk atau benar dan salah itu manusia, maka kau tidak akan terlepas dari cacian dan celaan mereka, hal ini disebabkan oleh perasaan dan pengalaman mereka yang berbeda beda. Oleh sebab itu janganlah kau jadikan celaan dan cacian manusia menjadi ukuran baik dan buruk/benar dan salahnya sesuatu” (Lihat kitab bahrul adab volume I)

7. Dia memerintahkan supaya aku memperbanyak ucapan “Laa haula wa laa quwwata illa billah” sebab itu salah satu perbendahaan dibawah Arsy (HR. Ahmad)
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadist yang senada dengan ini. Suatu saat Rasululloh bertanya, “HaI Abdullah bin Qois ! Maukah aku tunjukkan kepadaku salah satu dari perbendaharaan syurga ? (dia jawab..ya) yaitu kalimat “ Laa haula wa laa quwwata illa billah “. Makna la haula walaa quwwata illa billah ialah “ Tidak ada kemampuan untuk menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan kecuali ada bantuan Allah, dan tidak ada kekuatan untuk taat kepada–Nya kecuali ada pertolongan Allah” Setelah menafsirkan kalimat itu, lalu Rasulullah berkata : Demikian Jibril memberikan kepadaku” (lihat Subulus Salam, vol. IV hal 218).
Imam Ashshan’ani menjelaskan bahwa yang dimaksud perbendaharaan surga ialah tsawab (pahala) ucapan ini menjadi tabungan di syurga dan hal itu merupakan harta yang paling berharga bagi seorang hamba.
Hal ini cukup logis karena “ laa haula wa laa quwwata illa billah merupakan kalimat istislam (penyerahan diri) kepada Allah dibarengi pengakuan bahwa tidak ada penciptaan kecuali Dia serta tidak ada yang bisa menolak suatu ketentuan kecuali Dia Yang Maha Kuasa, Seorang hamba sedikitpun tidak punya kekuasaan (subulus salam, vol IV hal 218)

0 comments: